balekriya

Secara umum orang orang jawa mengenal sebuah keris melalui kelebihan daya magisnya. Tidak sedikit orang memandang sebuah keris lebih dekat dihubungkan dengan pandangan mistik dan sebagai benda yang keramat. Atau angker sehingga lebih mengaburkan akan nilai-nilai yang lebih mendasar dari makna yang terkandung dari sebuah keris itu sendiri. pada mulanya keris merupakan senjata penusuk jarak dekat, yang di pakai oleh suku-suku bangsa di Asia Tenggara, kemudian Keris dalam perkembangaya memiliki nilai dan peranan dalam masyarakat yang semakin luas. Awalnya Keris mempunyai fungsi sebagai senjata yang secara balistik lebih tepat sebagai senjata penusuk jarak dekat (ruket) yang efektif dalam pertarungan jarak dekat (infighting) dalam perang atau perkelahian satu-lawan satu secara tersembunyi maupun berhadapan muka (perang campuh). Selain di pakai senjata tikam kemudian pada perkembangannya keris mengalami perubahan fungsi dalam konteks sistem budaya baru dalam masyarakatnya. Dalam kehidupan masyarakat fungsi keris selalu mengalami perkembangan dan dari itu dapat dibedakan dari segi fisik, simbolik, spiritual dan sebagai peran lain dari pada sebagai fungsi.

Perkembangan fungsi keris diantaranya dapat di klasifikasikan sebagai berikut: :

1. Spiritual-Religius, keris pada mulanya merupakan sebuah sarana sesaji.

Keris memiliki muatan-muatan religius yang dapat di lihat dari bentuk dapur (tiap rincikan) dan pamornya. Keris di anggap sebagai pertemuan antara sang guru bakal (pasir besi dari bumi) dan guru dadi (batu meteor yang jatuh dari langit) sehingga merupakan satu konp yang mendasar dari bersatunya hamba dan Tuhannya (curigo manjing warongko jumbuhing kawula lan gusti) sebagai sarana sesaji hingga saat ini masih dapat di lihat pada upacara-upacara keagamaan di tengah- tengah masyarakat.

2. Psikologis, keris memiliki kekuatan motivasi yang mempengaruhi perilaku seseorang yang mempunyai. Keris merupakan sebuah norma/angger-angger yang tervisual, sehingga keris mampu dan dapat mempengaruhi perilaku pemiliknya. Dalam masyarakat jawa seorang laki-laki di katakan lengkap apabila sudah mempunyai lima unsur yang melengkapi kelakiannya tersebut. Seorang laki-laki di katakana lengkap apabila Ia sudah mempunyai: wisma, wanito, curigo, turangga dan kukilo.

3. Politis, memiliki peran dalam percaturan politik kerajaan-kerajaan di Nusantara.

Sumber-sumber sejarah banyak menceritakan peranan keris dalam politis kerajaan di tanah jawa, misalnya PB II sesudah perjanjian giyanti Th 1756 memberikan keris kyai kopek pada mangkubumi untuk mengakui kedaulatan kasultanan Yogyakarta, yang lainnya salah satu syarat Mangkunegoro menjadi raja di Mangkunagaran tidak memperbolehkan membuat senjata atau memiliki empu keris.

4. Status Sosial atau perlambang, keris mewakili kedudukan dan status sosial dalam masyarakat. Keris merupakan salah satu sarana menentukan strata sosial dalam masyarakat hal ini dapat dilihat dari pemakaian/kepemilikan keris tertentu misalnya dapur kebo lajer untuk petani, dapur pasopati untuk prajurit, dapur sangkelat untuk bangsawan/raja dan lainnya.selain itu Keris juga banyak di jumpai di gunakan sebagai logo untuk merek dagang barang tertentu atau sebagai lambang kesatuan maupun lambing daerah kabupaten atau kota madia.

5. Media Komunikasi, keris mampu membawa muatan pesan yang dapat ditangkap isinya dalam sistem budaya masyarakat jawa. Mengenakan keris dengan gaya tertentu dapat dilihat aktivitasnya, misalnya mengenakan keris dengan di semungkep berarti untuk melayat, mengenakan dengan cara nyote berarati akan berangkat berperang dan lainnya.

6. Mistik, tuah, daya Magis keris, kekuatan keris masih diyakini oleh sebagian masyarakat atau kalanhan tertentu. Keris terutama di jawa di yakini memiliki kekuatan magis, dan menjadikan pemiliknya mempunyai kesaktian atau kelebihan. pada sumber-sumber sejarah menuliskan kehebatan keris kyai sangkelat, kehebatan keris setan kober dan keris-keris lainnya

7. Estetis & Arstistik, keris menjadi medium ekspresi kesenian, Keris di ciptakan atas dasar kaidah-kaidah keindahan melalui disiplin ilmu yang terkandung di dalamnya yang mana sang empu berekspresi lewat dapur, pamor, garap, dan banyak assesoris yang melekat di dalamnya sebagai daya tarik benda tersebut.

8. Komoditas ekonomi, keris diproduksi dan diperjualbelikan/ dimas kawinkan sejak dahulu hingga sekarang. Melalui bentuk garap maupun pamornya, berbagai aspek akan mempengaruhi nilai jual/ mengenai bobot penjualan benda tersebut.

9. Atribut, keris di pakai sebagai Pelengkap Busana perkawinan di daerah jawa dan keris banyak dipakai
sebagai accessoris ateribut busana-busana prajurit dalam setiap upacara karaton.
(suyono)
Labels: 0 comments | edit post
balekriya

Pamor is the true spirit of the Keris. The pattern welding work demonstrates the skills of the Empu but also characterizes the power of the blade.

The word Pamor means in Malay, mixture of alloys, and in fact the Pamor pattern is obtained by welding together wrought iron and nickel, and then acid etching it. The mystical power of the Keris is said to come from its celestial origin because of the use of meteorite iron. However, it is doubtful that many Keris blades were actually made of meteorite iron. The only fall of a meteorite in Java was recorded in the mid 18th century, near Prambanan. Since there was almost no natural iron deposits in Java, most probably most of the blades were made beforehand from imported iron. Sulawesi is said to have exported its iron which contains a low percentage of nickel, this type of metal is called Pamor Luwu, from the Eastern part of central Sulawesi. While using this nickelous iron, Javanese smiths found they could control specific pattern designs by etching the blade and creating a contrast between the darken iron and the bright nickel.

The Prambanan meteor was said to contain 9.4% nickel, which made it very attractive to smiths, but its scarcity restricted its use to top quality blades for wealthy owners.

The colonial presence brought, in the late 19th century another source of cheap nickel from scrap iron: bicycles frames, ship propeller, tools... These industrial metal parts contained up to 5% nickel and provided a very high contrast pamor with bright nickel. More recently pure Nickel has been used, thus recently forged blade show a very uniform shiny nickel.

It is interesting to note that most Sumatra, Peninsular or Moro blades are in plain iron, whereas most of Java, Bali and Sulawesi blades are in pamor: these later islands had an easier access to the Luwu ore.

http://old.blades.free.fr/keris/introduction/wilah/pamor.htm


Labels: 0 comments | edit post
balekriya



balekriya


Labels: 0 comments | edit post